Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum ternyata belum menjamin hak masyarakat
miskin untuk mendapatkan pendampingan hukum dalam sistem peradilan pidana. Tulisan ini bertujuan untuk
mendeskripsikan kondisi akses layanan dan informasi terkait bantuan hukum bagi narapidana, yang sebagian
besar merupakan masyarakat miskin, di Rutan Enrekang. Pengumpulan data penelitian secara kuantitatif
dilakukan dengan menggunakan teknik survei melalui pengisian kuesioner. Hasil penelitian antara lain
menunjukkan bahwa sejumlah besar responden tidak mendapatkan pendampingan hukum ketika mereka
menjalani proses hukum, khususnya di kepolisian (92,1%) dan Kejaksaan (76,3%). Studi ini juga menemukan
bahwa akses masyarakat miskin terhadap informasi terkait layanan bantuan hukum masih belum optimal,
dimana 57,9% responden tidak mengetahui hak mereka atas bantuan hukum dan hanya 44,7 persen mengetahui
keberadaan layanan bantuan hukum gratis dari pemerintah. Kurang optimalnya sosialisasi dari pemerintah,
termasuk dari APH, menimbulkan persepsi bahwa bantuan hukum adalah kemewahan yang tidak bisa
dijangkau dan diragukan efektifitasnya oleh masyarakat miskin. Disarankan agar pemerintah meningkatkan
kuantitas, kualitas, dan distribusi infrastruktur layanan bantuan hukum. BPHN juga didorong untuk
meningkatkan sosialisasi informasi terkait bantuan hukum dari pemerintah. Koordinasi antara berbagai
stakeholder pemerintah dan non-pemerintah juga masih perlu ditingkatkan.
Kata kunci: bantuan hukum; narapidana; akses terhadap keadilan.
AKSES LAYANAN DAN INFORMASI BANTUAN HUKUM BAGI NARAPIDANA DI RUMAH TAHANAN NEGARA ENREKANG (Access to Legal Assistance Services and Information for Prisoner in Enrekang State Detention Center)
Registrasi / Login Untuk Membaca ...