Surat keterangan dokter merupakan bukti surat dari dokter terhadap keadaan umum seseorang dinyatakan
sehat atau sakit. Kasus H.M. Soeharto, Eddy Tansil, Setya Novanto, dan Bambang W. Soeharto membuktikan
bahwa perbedaan persepsi dalam surat keterangan dokter sering disalahgunakan. Pandemi Covid-19 yang
terjadi dapat berpotensi mengganggu penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi. Dalam
hal terjadi penyalahgunaan surat keterangan dokter, selain dapat dipertanggungjawabkan secara administratif
dalam profesi kedokteran, juga dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Permasalahan dalam jurnal
ini adalah sampai dimana kekuatan pembuktian surat keterangan dokter dalam sistem peradilan pidana dan
bagaimana mengetahui surat keterangan dokter tersebut asli atau palsu dalam pertanggungjawaban pidana.
Metode penelitian dalam jurnal ini adalah yuridis normatif. Kompleksitas mewarnai proses dan pembuatan
surat keterangan dokter. Integritas penegak hukum, mulai dari Polri, Kejaksaan, KPK, Hakim, Lapas, bahkan
Pengacara terkadang inkonsisten dalam menjalankan profesinya. Potensi permasalahan akan timbul apabila
penegak hukum tidak meminta second opinion atau pembentukan tim independen dokter. Sebagai saran,
pembuatan surat keterangan dokter harus dilandasi etika profesi, sumpah dokter, dan independensi sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku. Peranan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran perlu diperkuat
untuk menjaga profesionalitas dokter. Hukuman pidana bagi dokter dan pihak lain yang berpartisipasi dalam
keluarnya Surat Keterangan Dokter yang memenuhi unsur-unsur pidana harus ditegakkan dengan tegas.
Kata kunci: dokter; peradilan pidana; covid-19
ASPEK HUKUM SURATKETERANGAN DOKTER DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA (PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI PADA ERACOVID-19)
Registrasi / Login Untuk Membaca ...