Proses pengangkatan anak memiliki korelasi dengan tiga sistern hukum yang berlaku di Indonesia yang masih diterapkan ketika berlangsungnya pengangkatan anak, yaitu menurut hukum positif Indonesia, menurut hukum Islam, dan menurut hukum adat. Ketiga sistem hukum ini dalam praktak pengangkatan anak masih diterapkan, sehingga masyarakat pun perlu mengetahui prosedur mana yana harus diberlakukan ketika mereka melakukan proses pengangkatan anak.Â
Â
Dasar pengangkatan anak menurut ketiga sistem ini adalah hukum yang hidup sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang menegaskan bahwa pengangkatan anak dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Kemudian dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama menyatakan bahwa pengadilan agama berwenang memeriksa dan mernutus perkara pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang-orang yang beragama Islam. Dengan dernikian, pengangkatan anak yang berbeda-beda ini dalam golongan masyarakat yang ada di Indonesia akan membuat kompleksitas pengangkatan anak semakin rumit. Seringkali dalam praktak ditemukan pengangkatan anak yang tidak memenuhi kaedah hukum positif yang belaku.
Â
Praktak pengangkatan anak yang sering dilakukan oleh masyarakat adalah praktak pengangkatan anak menurut hukum kebiasan setempat. Perlindungan hak-hak anak juga semakin beragam karena ketika pengangkatan dilakukan, implikasi yang terjadi adalah perlindungan hak-hak anak sangat tergantung pada konteks golongan masyarakat yang mengangkat anak tersebut. Hal ini sebagai indikasi pelaku tindak kejahatan dibalik lemahnya aturan perundang-undangan yang mengakibatkan rumitnya pengurusan pengangkatan anak.